Usaha pengendalian serangan hama yang kerap dilakukan adalah melalui pemberian insektisida. Namun, penggunaan insektisida secara berlebihan akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem. Misalnya, hama menjadi lebih kebal. Artinya, penggunaan bahan kimia secara berlebihan bukan tidak mungkin menyebabkan populasi hama maupun penyakitnya akan semakin bertambah. Selain itu, musuh alami dari hama yang berada di lahan pertanianmaupun perkebunan juga akan ikut mati, bahkan terancam punah. Pengendalian kimia secara serampangan juga akan menyebabkan penurunan jasad renik. Padahal jasad renik memiliki peran besar sebagai pengurai benda mati menjadi bahan organik yang diperlukan untuk kesuburan tanah. Pengendalian kimia secara berlebihan juga menyebabkan tertinggalnya residu insektisida pada produk pertanian. Hal itu akan sangat membahayakan kesehatan manusia, misalnya menyebabkan kanker dan tumor. Upaya mengganti insektisida bisa dilakukan dengan pengendalian hama secara biologis.
Pengendalian biologis merupakan alternatif pengendalian yang paling aman. Hal ini erat kaitannya dengan kelangsungan ekologi maupun habitat tanaman itu berada, karena selain mengurangi bahkan tanpa bahan kimia, metode biologis ini lebih diarahkan pada pengendalian secara alami dengan membiarkan musuh-musuh alami agar tetap hidup. Meskipun dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama, namun hal tersebut akan menciptakan terjaganya keseimbangan ekosistem yang ada.
Pengendalian biologis atau pengendalian hayati sering disebut bocontrol mungkin merupakan salah satu cara pengendalian paling tua yang diketahui manusia. Pengendalian hayati sekarang diakui sebagai cara pengendalian paling maju dan berpengalaman dalam menekan populasi hama. Salah satu sebab utama mengapa demikian adalah karena didasarkan pengetahuan ekologi yang mendalam.
Penggunaan pestisida yang berlebihan saat ini sedikit banyak telah merubah keseimbangan ekosistem yang ada diantaranya : hama sasaran menjadi lebih kuat, makin punahnya musuh alami dari musuh sasaran serta menurunnya jumlah jasad renik dalam tanah sebagai dekompositor/pengurai benda mati menjadi bahan organik yang diperlukan untuk kesuburan tanah. Bila keadaan tersebut dibiarkan maka bukan tidak mungkin pada ekosistem tanaman tersebut populasi hama maupun penyakitnya semakin bertambah sebagai dampak dari penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Disadari atau tidak, dampak pengen-dalian kimiawi yang dilakukan secara serampangan tanpa memperhatikan aspek lingkungan sangat berpengaruh besar pada keseimbangan ekosistem.
1. Pengendalian hama secara biologis menggunakan musuh alami hama.
Metode itu diarahkan untuk mengendalikan hama secara alami dengan membiarkan musuh musuh alami tetap hidup. Cara itu memang ramah lingkungan, tapi hasilnya tampak dalam jangka waktu lama. Musuh alami hama bisa berupa pemangsa, parasitoid, dan patogen. Pemangsa adalah serangga atau hewan pemakan serangga yang selama masa hidupnya banyak memakan mangsa.Secara fisiologis, ciri pemangsa adalah bentuknya lebih besar dari mangsanya. Ada dua jalan penting untuk meningkatkan efektivitas musuh alami apakah musuh alami tersebut didatangkan dari luar ataukah setempat. Dua jalan ini adalah penambahan atau peningakatan dan konservasi. Tingkat pengendalian hayati yang dimaksudkan dengan penambahan atau peningkatan berarti memanipulir musuh alami itu sendiri sehingga musuh alami tersebut lebih efektif menekan populasi serangan hama. Pada umumnya untuk melakukan ini perlu penelitian yang mendalam dari biologi dan ekologi dari msuh alami ini yang hasilnya selanjutnya dipakai sebagai landasan macam tindakan manipulasi apa yang yang diperlukan guna mencapai potensi penuh pengendalian hayati sebagai unsur pengendalian. Ada dua metode di mana musuh alami itu sendiri dapat dimanipulasi yaitu :
a. Pengumpulan (kolonialisasi) dan penyebaran secara berkala, pelepasan sejumlah besar musuh alami di lapangan berasal dari pemeliharaan secara masal di laboratorium atau pengumpulan musuh alami dari populasi alam
b. Mendapatkan galur (strain) yang mempunyai kemampuan untuk lebih beradaptasi dengan jalan seleksi buatan (artificial)
Tak ada dari metode-metode ini yang berkaitan dengan manipulasi musuh-musuh alami dapat memberikan harapan yang lebih baik daripada program pengendalian serangga hama yang sedang berjalan dengan fase pengendalian hayati yang disebut konservasi, yaitu memodifikasi lingkungan sedemikian rupa sehingga menguntungkan bagi musuh-musuh alami.
Efektifitas musuh-musuh alami tergantung dari tingkat kemantapan (permanence), stabilitas dan keadaan lingkungan yang lebih baik dimana musuh-musuh alami itu ada. Banyak tindakan kultur teknik yang sekarang ini dapat diadakan perbaikan atau modifikasi untuk meningkatkan kondisi yang lebih baik bagi serangga-serangga berguna.
Musush-musuh alami ini secara langsung ikut membantu manusia khususnya petani dalam menekan perkembangan hama tanaman. Predator sebagai serangga liar yang berguna ini perlu mendapat perhatian kita karena seringkali akibat perbuatan manusia, jumlah musuh-musuh alami ini cenderung menjadi sedikit, bahkan musnah sama sekali. Beberapa musuh alami yang ada di Indonesia :
> Batang tebu itu dilubangi oleh sejumlah hama antara lain penggerek tebu (Chilo sachariphagus). Hama penggerek itu bertelur pada lubang batang tebu dan larva yang menetas berwujud ulat. Dengan lahapnya ulat ini menghisap cairan gula sampai tanaman tebu menurun kadar gulanya sehingga berakibat pada turunnya produksi gula. Sementara itu di alam ini ada sejenis lalat Diatracophaga striatalis (Lalat Jatiroto). Begitu ada batang tebu berdiri di kebun maka betinanya biasanya langsung mencari lubang yang sebelumnya sudah digerek oleh ulat Chilo. Lalat Jatiroto bertelur di dalam lubang tersebut. Jumlahnya dapat mencapai antara 10-500 butir setiap ekor betina dan dalam tempo 5 hari berubah menjadi ulat putih. Ulat itu dalam beberapa menit saja sudah agresif mencari mangsa. Dengan gerak cepat ulat putih menyerang penggerek Chilo yang berada dalam lubang tebu dan menghisap darahnya sampai mati kering. Ulat putih selanjutnya berkepompong dalam lubang tersebut, kemudian menjelma menjadi lalat dewasa seperti nenek moyangnya dahulu. Dengan matinya penggerek Chilo, batang tebu sehat kembali dan sari tebunya dapat diselamatkan.
> Di suatu areal persawahan, wereng coklat (Nilaparvata lugens) dengan ganasnya menghisap cairan sel jaringan padi bagian batang dan menaruh cairan ludah yang beracun sehingga tanaman padi menguning lalu mati. Selain itu, wereng coklat ini menularkan virus penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa sehingga produksi padi turun bahkan gagal panen. Sementara itu ada serangga Coccinella sp., sejenis kumbang berwarna coklat kemerahan berbintik hitam yang aktif berpindah-pindah tempat mencari mangsa. Jika bertemu wereng coklat, kumbang itu dengan gerak cepat menangkapnya dengan menggunakan kaki bagian depan dari arah belakang dan langsung memakannya.
2. Pengendalian biologi dengan cara musuh alami patogen, Patogen yaitu makhluk hidup yang menjangkitkan penyakit pada inang. Dalam kondisi tertentu, seperti kelembapan yang tinggi secara alami, suatu organisme rawan terhadap serangan patogen. Patogen dapat dimanfaatkan untuk dijadikan musuh alami dari hama pertanian. Contoh patogen di antaranya, bakteri, virus, dan jamur.
3. Pengendalian hayati dengan PHT Terkait dengan usaha-usaha produksi dapat dikatakan bahwa setiap tindakan yang menguntungkan bagi pengendalian hayati juga baik bagi pengendalian serangga hama dan sebaliknya. Kunci utama disini pengendalian itu meliputi bagaimana seluruh cara bercocok tanam dilaksanakan sedemikian rupa serangga hama dirugikan dan pada saat yang sama meningkatkan kemampuan hidup dan kegunaan yang lebih tinggi dari musuh alami. Sistem pertamanan akan dapat menentukan sebanyak mungkin pengendalian dan keseimbangan. Disamping itu perhitungan tingkat ekonomis perlu dikembangkan dan digunakan pada semua tanaman dalam system tersebut sehingga penggunaan insektisida dapat disahakan sesedikit mungkin.
Kelebihan Pengendalian Hayati atau Biologi
1. Aman bagi manusia dan hewan
2. Langgeng permanence)
3. Ekonomis
Kelemahan Pengendalian Hayati atau biologi
1. Dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama
2. Populasi hama lebih besar daripada predatornya
Tujuan dan Pendekatan Pengendalian Hayati atau Biologi
1. Reduksi populasi hama dilakukan setelah hama mencapai tingkat yang menimbulkan masalah. Dengan reduksi, populasi hama diharapkan dapat berkurang ke tingkat yang cukup rendah sehingga hama tidak lagi menimbulkan masalah dalam jangka waktu yang lama.
2. Pencegahan dalam pengendalian hayati dimaksudkan untuk menjaga populasi hama potensial agar tidak mencapai tingkat luka ekonomi (TLE). Pencegahan membutuhkan intervensi awal sebelum hama potensial berkembang mencapai atau melewati TLE.
3. Pada penundaan, populasi hama dapat berkembang ke tingkat yang tinggi, tetapi terjadi ketika serangga tidak lagi dianggap sebagai hama karena berada di luar jendela waktu. Penundaan perkembangan hama membutuhkan intervensi awal sebelum populasi hama potensial mencapai atau melewati TLE.
Pengendalian biologi memiliki keunggulan lebih ramah lingkungan. Pasalnya, penggunaan insektisida dapat dikurangi bahkan tidak digunakan sama sekali. Kendati demikian, kunci dari pengendalian hama secara biologi adalah mengenal terlebih dahulu aspek biologi dari serangga itu sendiri. Aspek biologi dari serangga antara lain siklus hidup, umur, dan deskripsi masing-masing spesies. Informasi tersebut menjadi penting untuk menentukan saat yang tepat untuk pengendalian hama.
Contoh Pengendalian Hama dan Penyakit secara Biologi pada Kelapa Sawit
Pengendalian Biologi Ulat Api dengan Mikroorganisme Entomopatogenik
Pengendalian ulat api (Setothosea asigna) dengan menggunakan insektisida kimiawi merupakan cara yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Namun dalam praktek, penggunaan insektisida tersebut justru menimbulkan kerugian yang besar berupa pencemaran lingkungan akibat residu insektisida serta munculnya resistensi dan resurgensi hama. Semakin meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan, termasuk perlindungan terhadap musuh alami hama di dalam ekosistem kelapa sawit, telah mendorong para pengusaha perkebunan untuk menerapkan pengendalian hayati. Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus ß Nudaurelia, multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris. Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama pada stadium ulat, sedangkan jamur Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong. Mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan insektisida kimia sintetis golongan piretroid, seperti Decis 2,5 DC dan Matador 25 EC dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit. Biaya pengendalian hayati juga lebih murah, yaitu hanya 7% dari biaya pengendalian secara kimiawi. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, penggunaan insektisida alami menjadi pilihan bagi para pengusaha kelapa sawit. Insektisida hayati mikroorganisme entomopatogenik kini telah banyak digunakan dalam mengendalikan ulat api, baik di perkebunan negara, swasta maupun rakyat.
Pada kebun praktikum di Desa Ngijo, kami menanam tanaman Tagetes sebagai tanaman pagar untuk mengendalikan hama yang menyerang tanaman budidaya. Tagetes memiliki senyawa aktif antara lain monoterpen, sesquiterpen, diterpen, triterpen, sterol, flavonoid, thiophenes, dan senyawa aromatik, yang masuk dalam golongan terpenoid. Penyebab aroma pada bunga adalah sesquiterpenoid dan monoterpenoid. Monoterpen berfungsi menghambat pertumbuhan tanaman pesaing dan dapat juga bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan tingkat tinggi
Tanaman ini efektif dalam pencegahan nematoda pengganggu tanaman (Meloidogyne sp., Pratylenchus sp., dan lain-lain) sehingga digunakan sebagai tanaman tumpang sari, penangkal serangga, herbisida, dan antijamur. Minyak atsiri dari bunga Tagetes efektif menghambat pertumbuhan bakteri, antijamur pada Saprolegnia ferax, serta sebagai larvasida pada Culex quinquefasciatus, Anopheles stephensi, dan Aedes aegypti.
Anonymous. 2009. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr271058.pdf
Anonymous. 2009. http://www.koran-jakarta.com/ver02/file-pdf.php?id=4235&&idkat
Anonymous. 2009. http://www.tanindo.com/abdi10/hal3001.htm
Anonymous. 2009. http://massofa.wordpress.com/2008/02/05/taktik-pengendalian-hama-berbasis-biologi/
Winarno. 1992. Pengantar Praktis Pengendalian Hama Terpadu. Yayasan Pembina FP UB. Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar